Kalau kita kemarin membahas tentang kesadaran, sekarang kita akan membahas tentang
gerak kesadaran. Salah satu yang menentukan gerak
tersebut adalah fokus. Ingin tahu apa kunci keberhasilan? Fokuslah kepada
kebahagiaan.
Hari ini Jumat. Karena itu, aku
menunaikan ibadah sholat Jumat. Sudah menjadi kebiasaan untuk tidak segera
beranjak menjuku ke masjid. Kalau ada yang sedang dikerjakan, selalu dipaksakan
sampai menjelang penghujung acara Jumatan. Yang seperti ini jangan ditiru
Begitu juga hari ini, aku berangkat
menjelang pukul 12 siang. Sebenernya sudah khawatir tidak kebagian sholat. Tapi
karena melihat orang yang juga baru berangkat, maka ku kebut motor untuk
membuntutinya. Dalam hati berdoa, mudah-mudahan itu bukan orang yang sudah
pulang dari Sholat Jumat hehe.
Karena mengikuti orang yang juga
terlambat tersebut, maka aku berpindah ke masjid yang sama sekali belum pernah
aku jelajah. Lagi-lagi berharap, yang aku ikuti bukan orang yang sedang menuju
ke rumahnya, pulang dari masjid.
Begitu melihat kubah masjid, aku merasa
legah.
Aku parkir motor di depan rumah warga.
Beberapa motor juga aku lihat di situ, maka aku ngikut saja tempat parkirnya.
Segera menyerbu masjid.
Setelah mencuci kaki, aku langsung
menerobos ke barisan terdepan, tapi tetap di luar haha. Sambil beribadah, aku
mendengarkan khutbah. Kalimat yang paling mudah aku ingat adalah “Senengo
kanggo dunyomu, senengo kanggo akhiratmu!”. Rupanya khutbah jadi roaming untuk
beberapa orang. Syukurlah aku Jawa tulen. Jadi masih bisa menangkap dengan
jelas apa maksud khatib.
Setelah beribadah dua rakaat, aku mulai
khusu’ menyimak khutbah. Tidak seperti biasanya, kali ini seperti ada gravitasi
yang menarik telingaku untuk konsentrasi mendengarnya. Biasanya sih kalau tidak
melamun ya twitteran. #ups, ketahuan. Yang ini juga jangan ditiru, karena aku
juga berusaha mengubanya. Kali ini bahkan aku juga tidak membaha handphone.
Khutbah tersebut menitikberatikan pada
fokus dan kebahagiaan. Kalimat yang membuat aku terpikat, kalau dalam Bahasa
Indonesia, “Fokuslah pada kebahagiaan, maka Kamu akan berhasil!”. Keren bukan?
Khatib menghimbau kita untuk jadi orang
berhasil dengan tidak banyak menoleh kepada banyak hal yang bukan kesenangan
kita. Bahkan menurut beliau, doa kita sulit didengar Tuhan karena pada waktu
berdoa, kita tidak fokus pada kesenangan. Doa orang yang khawatir atau tidak
percaya doanya akan dikabulkan, itu doa yang lemah, energinya kecil. Kata
khatib, itu sama saja berpaling dari orang yang kita mintai tolong. Coba bayangkan
jika Kamu minta tolong, tetapi wajahmu tidak menghadap kepadanya. Apakah orang
yang kita mintai tolong akan yakin dengan permintaan kita?
Begitu juga dalam aktivitas sehari-hari,
masih kata khatib, jika orang selalu melihat yang dimiliki orang lain, maka ia
sedang banyak menoleh, tidak fokus dengan apa yang ia miliki. Ketika tidak
foksu inilah, orang tersebut mengabaikan kekuatannya, keunggulannya. “Sudah,
fokus saja pada kekuatanmu, keunggulanmu, lakukan, lakukan saja!”, begitu
kurang lebih katanya.
Makna yang disampaikan dari khutbah
tersebut begitu dalam, meskipun sangat sederhana dan cenderung diulang-ulang,
terutama untuk himbauannya fokus kepada kebahagiaan.
Orang yang fokus kepada kelebihan diri,
berarti menghargai dirinya. Jika orang tersebut lebih peduli dengan
keunggulannya, maka itu akan membuatnya bahagia. Jika ia senang dengan apa yang
ia miliki, maka ia akan memberdayakannya secara efektif. Sudah pasti yang
seperti ini akan berhasil.
Jika orang sibuk melihat milik orang
lain, mendengarkan apa apa yang dikatakan orang, terutama yang suaranya
sumbang, maka energinya akan terbagi. Bahkan, jika terlalu memperhatikan, maka
energinya juga akan tersedot. Ini parah, karena energi yang sedianya digunakan
untuk fokus kepada kekuatan diri, kepada apa yang kita lakukan, malah digunakan
untuk melihat milik orang lain.
Melihat milik orang lain, tidak hanya
soal kelebihan. Memandang kekurangannya juga membuat kita banyak menoleh,
sehingga energi juga terpakai sia-sia. Khatib mengisahkan Nabi Sulaiman AS yang
menghina seekor anjing yang matanya juling sebelah. Turun ayat dari Tuhan yang
kurang lebih memperingakan Nabi Sulaiman AS untuk tidak meremehkan ciptaaannya.
Bahkan Tuhan mengatakan bahwa perut Sulaiman juga penuh kotoran yang tidak ada
bedanya dengan najis dari anjing itu. Meskipun najis, itu tetap ciptaan Tuhan.
Demikian kira-kira penjelasan sang khatib.
Dari kisah Nabi Sulaiman AS, secara
tidak langsung dikatakan bahwa diri adalah pusat. Jikapun kita tidak sedang
melihat kelebihan, melihat kekuranganpun tetap kepada diri. Tuhan menjadikan
isi perut Sulaiman sebagai bahan refleksi.
Lalu
apa kaitannya dengan pembahasan tentang kesadaran? Diri sebagai pusat mempunyai sifat mempengaruhi dan
dipengaruhi. Hal ini berkaitan dengan manusia sebagai yang berkehendak. Manusia
punya dua kecenderungan, mempunyai kehendak bebas (free will) atau
dideterminasi (determined). Kesadaran menjadikan diri sebagai pusat, free will
memegang peranan. Termasuk kehendak bebas untuk dideterminasi.
Orang
yang dikatakan berkesadaran adalah yang menggunakan kehendak bebasnya. Lalu,
apakah orang yang terdeterminasi dikatakan tidak sadar? Bukan sepenuhnya
begitu. Jika kita terdeterminasi tanpa kehendak bebas, maka kita bolehlah
disebut tidak memiliki kesadaran. Namun demikian, orang yang secara sadar bahwa
dirinya dideterminasi, bisa dikatakan ia tetap memiliki kesadaran. Karena itu, menurutku, bukan berarti orang
kehilangan kesadaran, tetapi kesadarannya sedang beralih.
Nah,
sehubungan dengan fokus, ini bagian dari mulai aktifnya kesadaran. Jika kemarin
dikatakan bahwa kesadaran adalah
kondisi perhatian deskriptif atas realita, maka kali ini kesadaran itu mulai
menampakkan geraknya, yaitu dengan menentukan fokus. Fokus ini bisa menjadi
daya tarik untuk melahirkan potensialitas perilaku, atau yang biasa disebut
dengan sikap.
Karena
itu, jika kita sudah terbiasa memiliki kesadaran penuh,
atau orang mungkin sebut dengan kesadaran tinggi,
maka kita akan bergerak menuju energi penarik, yaitu fokus kepada keinginan,
kepada tujuan.
Jika kesadaran yang
tinggi berfokus pada kini dan di sini, maka fokus yang dimaksud sebagai energi
gerak ini adalah fokus akan tujuan di masa depan. Khatib mengajari kita untuk
mengunci cita-cita, konsisten mengarah kepada tujuan.
Nah
dari pembahasan ini, kita sudah menemukan dua penggerak yang membawa kita
kepada keberhasilan, yaitu membiasakan memiliki kesadaran tinggi
dan fokus kepada tujuan.
Mudah-mudahan
tulisan ini dapat diambil manfaatnya. Bagaimana pendapatmu tentang fokus?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar